Thursday 17 December 2020

Memang.

Malam kelam
Membuka lembar pepatah nenek moyangku 
Tentang langkah, rejeki, pertemuan, dan maut
Beliau memberi sebuah kode akses untuk mendapatkan informasi seputar diri kita sendiri
Yang katanya merdeka, bebas, dan terserah mau jadi apa nantinya

Aku mengakses kode rahasia itu
Hanya untuk menghabiskan waktuku yang terlampau luang
Ku akses juga nama-nama sebagian orang
Lalu ku kaitkan namaku dengan nama seseorang yang ku anggap berhasil menarik perhatianku beberapa waktu yang lalu

Namun sayang
Setiap hal dari apa yang kuakses memang sangat benar adanya
Murni, tidak salah, tepat dan pastinya menyadarkan aku akan banyak hal
Aku yang diharuskan untuk terus berlangkah, dan dia yang harus bertemu dengan maut

Lagi-lagi
Aku disadarkan oleh sang malam
"berhentilah membuat pikiranmu menari, tidurlah, sebentar lagi mentari akan terbit dan kau harus berjalan lagi menapaki jejak hidupmu yang tak tentu arah"

.....

Sssssttt !

Pulang hanyalah niat
Di jalanan banyak tertera kalimat gugat
Di depan orang-orang yang kau temui
Kau berusaha menyikapi setiap ucap
Setenang bumi

Namamu diperbincangkan seisi langit
Bibirmu selalu tersenyum, menutupi asam dan pahit kenyataan
Hatimu carut marut dan menggugat asa
"Dunia tidak adil, itulah sebab adanya hari pengadilan", bisikmu pada tolehan kiri, pertanda muaknya dirimu pada ocehan manusia yang ada di hadapanmu

Kitab demi kitab kau khatamkan
Tapi hatimu tetap saja tajam
Untuk memburu para pengkhianat
Dan mengadilinya dengan caramu

Tetap saja, itu tidak adil
Dalam lembaran manapun
Manusia tidak akan pernah berlaku adil
Tidak akan ada hukum yang berjalan sesuai dengan kemerdekaan pikir 
Maka dari itu
Biarlah hari adil menjalankan perannya
Kau, diam dan kembalilah tenang seperti bumi



Renggali

AA

Saya melaluinya Sebuah momen diantara hidup dan mati Saya mendengar, namun tidak dapat berucap Saya merasa, namun tidak bisa mer...