Saturday 3 April 2021

Puisi Kelana

Pada bait-bait puisi yang dilantunkan dalam setiap pertunjukan, ada beberapa penggalan kata yang senantiasa ditujukan untuk seorang teman atau orang-orang asing

Suatu hari di malam kamis, puisiku terhenti tanpa koma dan spasi, penuh tanda seru dan tiada tanda tanya. Pernyataan dengan tanda seru itu tentunya adalah suatu pernyataan yang menegaskan suatu hal

Sampai dalam empat tahun terakhir, ternyata puisiku benar-benar telah sirna, aku berhenti berpuisi ketika aku bertemu dengan seorang penyair usang. Bukan karena aku tidak mampu menggoreskan penaku untuk sebuah puisi, tetapi rasaku terbungkam dan menjerit-jerit dalam lembaran-lembaran perasaan yang dipendam dan dimanipulasi

Jiwaku terbungkam, hatiku gelap, dan ragaku kaku oleh sebuah puisi yang tak sempat ku sampaikan pada telinga-telinga manusia yang masih berfungsi dengan baik

Mataku seakan sengaja ku alihkan untuk tidak melihat hal-hal yang telah terjadi di sekitarku, aku tidak benar-benar peduli dengan banyak hal

Pada bait-bait puisi yang terkubur dalam diam dan sepinya pengasingan diri
Aku menggoreskan bolpoin dengan tintanya yang sekarat ini sebagai wujud lain dari ungkapan perasaan yang tidak sempat disampaikan

Puisiku adalah candu
Yang ku dapati dalam setiap perjalanan yang ku lalui. Tentang segala penindasan yang juga menindasku di perempatan jalan setapak menuju kampung halamanku

Iya tercipta dari goresan luka yang menghantamku tanpa tawar menawar dan perantara. Iya mengikutiku layaknya bayangan kelam yang menjelma menjadi "aku" dari sisi yang lain. Ya, puisiku adalah candu. Iya terus menerus tumbuh dan diperbaharui seiring dengan berjalannya waktu









No comments:

Post a Comment

Renggali

AA

Saya melaluinya Sebuah momen diantara hidup dan mati Saya mendengar, namun tidak dapat berucap Saya merasa, namun tidak bisa mer...