Friday 12 June 2020

Abstrak - Negeri Linge, Gayo.


Era pemerintahan Reje Linge XII (bernama Era Bukit) telah terjadi peristiwa pembunuhan anak Reje Linge XII, yaitu Merie. Sengeda dan Merie merupakan Putra dari Reje Linge XII dari istrinya yang berada di Lingke (Lamrak), bukan dari Johor Malaysia dan tidak ada kaitan cerita serta hubungan darah sama sekali.

Saat itu mereka akan berkunjung ke Negeri Linge dari daerah Kuta Raja, namun kedatangan mereka tidak disenangi Reje Linge XIV yang saat itu sedang berkuasa. (Masih perlu penelitian lanjutan terkait hubungan antara Kerajaan Linge dan Kerajaan Johor)


Kedatangan Sengeda dan Merie seakan mengancam kedudukan yang sedang diemban oleh kerajaan Linge saat itu karena mereka berdua juga merupakan ahli waris yang sah dalam kerajaan Linge dan memiliki Hak mutlak untuk memerintah serta mengambil alih kerajaan.


Alih cerita pada saat itu mereka tidaklah berniat untuk mengambil kekuasaan, hanya sebatas kunjungan silahturahmi keluarga saja, namun kedatangan mereka disalah artikan oleh para petinggi kerajaan Linge. Sehingga terjadilah pristiwa pembunuhan Sengeda dan Merie. 


Saat ini peristiwa pembunuhan itu dikemas dan di abadikan dalam bentuk pertunjukan Tari Guel. Dapat dikatakan Tari Guel merupakan meseum gerak simbolis yang menyimpan berbagai kisah klassik kerajaan Linge. Antara kerajaan Aceh dan Gayo memang sudah pernah bersatu dalam ikatan perkawinan yang sah pada masa itu. 


Jika ditelusuri secara sisilah keturunan tentu akan ada hal-hal menarik yang membuktikan bahwa antara satu kaum itu masih memiliki ikatan darah. Dan jika hari ini masih ada orang Gayo tidak mengaku Aceh dan Orang Aceh masih memandang orang Gayo itu sebagai kaum minoritas serta memandang Gayo sebelah mata tentu hal ini bisa ditertawakan saja sembari menyeruput kopi Arabica yang tumbuh cantik di Gayo dan digilai oleh orang Aceh pada umumnya.


Orang awam tidak akan paham, namun sejarawan akan terus berdamai dengan keadaan. Semakin mengetahui banyak hal semakin kita akan mencintai budaya lokal dan semestanya. Semakin mengetahui banyak hal maka semakin sederhana pula cara kita menyikapi apa-apa yang terjadi hari ini.


Ibarat kata, 
Gayo adalah jantung hati rakyat Aceh.

Gayo berada di tengah dan Aceh menjadi pagar pelindung di sekelilingnya. Dengan demikian Gayo adalah supporting sistem Aceh. Yang harus di sadari, kita adalah sedarah dan tidak semestinya kita bercerai pikir.

Dan yang mesti dilakukan saat ini adalah bagaimana agar dendam dan pengelompokan kelas sosial antara Gayo dan Aceh itu dibenahi dan mengajak para generasi yang ditempah hari ini untuk memahami, mempelajari, menggali dan melestarikan lagi sejarah nenek moyangnya sendiri. Karena yang paham dengan kultur dan cerita setempat hanyalah orang Gayo atau orang Aceh itu sendiri.




No comments:

Post a Comment

Renggali

AA

Saya melaluinya Sebuah momen diantara hidup dan mati Saya mendengar, namun tidak dapat berucap Saya merasa, namun tidak bisa mer...